
Investor asing makin melirik Vietnam sebagai lokasi pabrik dan investasi jangka panjang. Bukan semata karena biaya tenaga kerja yang rendah atau potensi pasar, melainkan karena satu alasan krusial: mindset pemerintah yang pro-bisnis.
Sementara itu, Indonesia justru kehilangan banyak peluang investasi akibat birokrasi berbelit dan kultur yang tidak mendukung iklim usaha.
Artikel ini akan mengulas alasan mengapa Vietnam unggul dalam menarik investasi asing, dan apa yang bisa dipelajari Indonesia untuk memperbaiki ekosistem bisnisnya.
Catatan: Artikel ini terinspirasi dari video TikTok berikut:
Investasi Asing: Lebih dari Sekadar Upah Murah
Selama ini, banyak pihak mengira investor memilih lokasi pabrik hanya berdasarkan faktor biaya seperti upah murah atau harga lahan.
Namun kenyataannya, keputusan bisnis besar seperti membuka pabrik melibatkan banyak pertimbangan lain, termasuk:
- Kemudahan perizinan
- Stabilitas regulasi
- Efisiensi birokrasi
- Kemudahan akses tenaga kerja
- Dukungan infrastruktur dari pemerintah
Vietnam menawarkan hampir semua hal di atas dalam satu paket kebijakan yang memikat.
Studi Kasus: Mindset Pro-Bisnis di Vietnam
Seorang investor asing yang ingin membuka pabrik di Vietnam cukup menyampaikan kebutuhannya: misalnya lahan satu hektar, 5.000 tenaga kerja, dan kontraktor pembangunan pabrik. Pemerintah Vietnam segera bergerak:
- Tanah disiapkan tanpa permainan calo
- Kebutuhan tenaga kerja dikoordinasikan oleh lembaga ketenagakerjaan
- Pembangunan disambungkan ke kontraktor kredibel
- Izin-izin diurus secara terpusat dan cepat
Tidak ada pungli. Tidak ada ormas yang tiba-tiba meminta “uang keamanan.” Tidak ada proses perizinan yang berbelit dan menyita waktu. Hasilnya, investor bisa langsung fokus pada produksi dan distribusi. Bisnis jalan, ekonomi tumbuh.
Kontras Tajam: Pengalaman Investor di Indonesia
Bandingkan dengan apa yang sering terjadi di Indonesia:
- Cari tanah, muncul calo dengan markup tak masuk akal
- Bangun pabrik, kena kutipan dari berbagai oknum
- Rekrut tenaga kerja, berurusan dengan ormas dan “pengamanan lokal”
- Urus izin, harus keliling ke banyak kantor dan instansi berbeda
Setelah semua itu dilalui, dan pabrik berdiri, investor masih harus menghadapi potensi demo dari karyawan atau tuntutan dari warga sekitar.
Padahal, pelaku usaha datang membawa solusi: menciptakan lapangan kerja, bukan mencari masalah.
Masalah Utama: Mindset tentang Pengusaha
Masalah mendasar di Indonesia bukan hanya soal teknis, tetapi cara pandang terhadap pengusaha itu sendiri.
Banyak yang menganggap jika seseorang membuka usaha, berarti mereka "kaya" dan harus berbagi tanpa alasan jelas.
Padahal, pengusaha membawa investasi, risiko, dan tanggung jawab besar. Jika justru diperlakukan seperti “sapi perah,” maka jangan heran jika mereka pergi dan membuka usaha di negara lain yang lebih menghargai kontribusinya.
Buka Usaha = Bawa Solusi, Bukan Beban
- Pengusaha membuka lapangan kerja
- Menggerakkan ekonomi lokal
- Menambah pendapatan daerah melalui pajak
- Mendorong pertumbuhan industri turunan
Jika mindset ini tidak diluruskan, maka akan sulit bagi Indonesia untuk menarik atau mempertahankan investor asing.
Dampak Langsung: Indonesia Kalah Start
Ketika Vietnam berhasil menarik investasi dari raksasa seperti Samsung, LG, hingga Apple, Indonesia justru stagnan di sektor yang sama.
Negara tetangga sudah melesat dengan pertumbuhan industri manufaktur, sedangkan Indonesia masih disibukkan oleh urusan birokrasi dan konflik horizontal.
Beberapa faktor yang menyebabkan ketertinggalan ini antara lain:
- Kurangnya ease of doing business
- Belum ada reformasi menyeluruh dalam sistem perizinan
- Peran swasta kurang dilindungi secara hukum
- Banyak regulasi tumpang tindih antar instansi
Solusi dan Rekomendasi
Jika Indonesia ingin bersaing dan menarik kembali perhatian investor asing, maka ada beberapa langkah penting yang harus segera dilakukan:
1. Reformasi Birokrasi dan Perizinan
- Integrasi sistem perizinan secara digital
- Pemangkasan prosedur dan waktu pengurusan izin
- Pemberantasan pungli secara tegas
2. Proteksi terhadap Investor
- Payung hukum yang jelas dan kuat
- Perlindungan terhadap gangguan eksternal (ormas, pungli, dll)
- Penegakan hukum tanpa kompromi terhadap pelaku pemerasan
3. Edukasi Masyarakat tentang Peran Pengusaha
- Kampanye publik bahwa pengusaha adalah bagian dari solusi
- Mendorong sinergi antara pelaku usaha dan masyarakat
- Menghapus stigma bahwa semua pengusaha pasti "kaya" dan wajib "berbagi"
Kesimpulan: Saatnya Indonesia Berpihak pada Bisnis
Vietnam menang bukan karena lebih murah, tapi karena lebih siap. Indonesia masih tertinggal karena terlalu banyak hal yang menghambat pelaku usaha.
Mindset pemerintah dan masyarakat harus diubah. Pengusaha adalah mitra pertumbuhan, bukan target eksploitasi. Jika ingin ekonomi tumbuh dan lapangan kerja tercipta, maka negara harus berpihak pada produktivitas, bukan prosedur.
Sudah saatnya Indonesia mempermudah investasi, bukan menghalangi. Jika tidak, maka kita hanya akan menjadi penonton saat negara tetangga melaju meninggalkan kita.