
Di tengah derasnya arus informasi digital, banyak teori alternatif tentang asal-usul manusia yang mencuat ke permukaan.
Salah satu yang paling populer adalah kisah Anunnaki, sekelompok makhluk luar angkasa yang diyakini menciptakan manusia sebagai budak melalui rekayasa genetika ribuan tahun lalu.
Teori ini ramai diperbincangkan, bahkan dianggap masuk akal oleh sebagian kalangan, terutama karena narasinya yang sejalan dengan konsep manifesting dan ide menjadi pencipta realitas sendiri atau dalam istilah ekstrem, menjadi Tuhan atas hidup sendiri.
Namun, sejauh mana kebenaran dari kisah ini? Dan bagaimana pandangan Islam menyikapi teori semacam ini? Mari kita telaah dengan jernih.
Siapa Itu Anunnaki?
Anunnaki berasal dari mitologi Sumeria kuno, yang menyebut mereka sebagai dewa-dewa keturunan Anu (dewa langit).
Dalam berbagai tablet kuno, Anunnaki digambarkan sebagai makhluk adidaya yang turun ke bumi dan mengatur kehidupan manusia.
Beberapa teori populer yang berkembang di era modern, terutama lewat karya Zecharia Sitchin, menyebut bahwa Anunnaki adalah alien dari planet Nibiru yang menciptakan manusia sebagai pekerja tambang emas.
Meskipun kisah ini menarik, penting untuk diingat bahwa ia berakar dari interpretasi bebas terhadap teks kuno, bukan fakta sejarah atau ilmiah.
Mengapa Teori Anunnaki Begitu Populer?
Teori Anunnaki menggabungkan elemen-elemen sains fiksi, sejarah kuno, dan narasi konspirasi, yang membuatnya mudah viral.
Popularitasnya juga tidak lepas dari tren The Law of Attraction dan keyakinan bahwa manusia bisa menciptakan realitasnya sendiri melalui pikiran dan energi, mirip dengan klaim bahwa kita bisa menjadi Tuhan atas hidup sendiri.
Dalam dunia yang semakin spiritual namun kurang religius, orang mencari makna dari segala hal—termasuk asal-usul mereka. Dan ketika agama dianggap terlalu “kuno” atau dogmatis, teori alternatif pun dijadikan pegangan.
Kisah Penciptaan Manusia Menurut Islam
Dalam Al-Qur’an, penciptaan manusia adalah murni kehendak Allah, bukan hasil eksperimen makhluk asing. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian meniupkan ruh-Nya ke dalamnya (QS. Sad: 71–72).
Surat Sad Ayat 71 - 72 dengan Tafsir dan Terjemahannya
Ayat 71
إِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَٰٓئِكَةِ إِنِّى خَٰلِقٌۢ بَشَرًا مِّن طِينٍ
(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah.
فَإِذَا سَوَّيْتُهُۥ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِن رُّوحِى فَقَعُوا۟ لَهُۥ سَٰجِدِينَ
Ingatlah (ketika Rabbmu berfirman kepada malaikat, "Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah) yaitu Adam.
Ayat 72
اذكر «إذ قال ربك للملائكة إني خالق بشرا من طين» هو آدم
Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya.
فإذا سويته» أتمته «ونفخت» أجريت «فيه من روحي» فصار حيا، وإضافة الروح إليه تشريف لآدم والروح جسم لطيف يحيا به الإنسان بنفوذه فيه «فقعوا له ساجدين» سجود تحية بالانحناء
(Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya) telah sempurna kejadiannya (dan Kutiupkan) Kualirkan (kepadanya roh ciptaan-Ku) sehingga ia menjadi hidup. Dimudhafkannya lafal ruh kepada Allah dimaksud untuk memuliakan Nabi Adam. Roh adalah tubuh yang lembut dan tidak kelihatan oleh mata, yang membuat manusia dapat hidup karena memasuki tubuhnya (maka hendaklah kalian bersungkur dengan sujud kepadanya") sujud penghormatan dengan cara membungkukkan badan.
Manusia bukan produk “proyek genetika” makhluk dari planet lain, melainkan ciptaan sempurna yang dimuliakan (QS. Al-Isra: 70).
Surat Al-Isra Ayat 70 dengan Tafsir dan Terjemahannya
Ayat 70
۞ وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِىٓ ءَادَمَ وَحَمَلْنَٰهُمْ فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ وَرَزَقْنَٰهُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَٰتِ وَفَضَّلْنَٰهُمْ عَلَىٰ كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا
Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.
«ولقد كرمنا» فضلنا «بني آدم» بالعلم والنطق واعتدال الخلق وغير ذلك ومنه طهارتهم بعد الموت «وحملناهم في البر» على الدواب «والبحر» على السفن «ورزقناهم من الطيبات وفضلناهم على كثير ممن خلقنا» كالبهائم والوحوش «تفضيلاً» فمن بمعنى ما أو على بابها وتشمل الملائكة والمراد تفضيل الجنس، ولا يلزم تفضيل أفراده إذ هم أفضل من البشر غير الأنبياء.
(Dan sesungguhnya telah Kami muliakan) Kami utamakan (anak-anak Adam) dengan pengetahuan, akal, bentuk yang paling baik, setelah wafat jenazahnya dianggap suci dan lain sebagainya (dan Kami angkut mereka di daratan) dengan menaiki kendaraan (dan di lautan) dengan menaiki perahu-perahu (dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan) seperti hewan-hewan ternak dan hewan-hewan liar (dengan kelebihan yang sempurna.) Lafal man di sini bermakna maa; atau makna yang dimaksudnya menurut bab yang berlaku padanya. Maknanya menyangkut juga para malaikat; sedangkan makna yang dimaksud adalah pengutamaan jenisnya, dan tidak mesti semua individu manusia itu lebih utama dari malaikat karena mereka lebih utama daripada manusia yang selain para nabi.
Islam menolak mentah-mentah ide bahwa ada makhluk lain yang bisa menyaingi kuasa Allah dalam menciptakan. Bahkan ketika bicara soal manifesting, Islam menekankan doa dan ikhtiar dalam batas takdir, bukan mengklaim diri sebagai pengatur realitas absolut.
Bahaya dari Keyakinan yang Menyesatkan
Meyakini teori seperti Anunnaki bukan hanya sekadar salah arah, tapi juga berpotensi menggeser akidah. Ketika seseorang lebih percaya bahwa manusia diciptakan alien ketimbang Tuhan, itu membuka jalan ke pemikiran syirik, yaitu menyekutukan Allah. Ini juga bisa melemahkan semangat spiritual dan memutus hubungan antara manusia dan Sang Pencipta.
Apalagi jika digabungkan dengan tren berpikir bebas ala The Law of Attraction, yang kadang melampaui batas hingga membuat seseorang merasa bisa mengatur segalanya sendiri. Padahal, dalam Islam, segala sesuatu terjadi karena izin dan kehendak Allah.
Membedakan Mitos dan Wahyu
Dalam dunia yang penuh informasi dan disinformasi, penting bagi kita untuk menyaring setiap narasi yang beredar. Tidak semua yang terdengar ilmiah adalah kebenaran. Dan tidak semua yang dibalut narasi spiritual adalah jalan lurus.
Islam tidak melarang berpikir kritis, tapi mengajarkan agar akal selalu dituntun wahyu. Sebab hanya wahyu yang bisa memberi pencerahan sejati dalam memahami asal-usul dan tujuan hidup manusia.
Kesimpulan: Waspadai Mitos yang Menyesatkan
Teori Anunnaki mungkin terdengar menarik dan menggugah rasa ingin tahu, apalagi saat dikaitkan dengan konsep manifesting atau keinginan menjadi Tuhan atas hidup sendiri.
Namun, sebagai Muslim, kita perlu kembali pada sumber kebenaran sejati, wahyu Allah. Kisah penciptaan manusia bukanlah fiksi ilmiah atau hasil eksperimen alien, tetapi bagian dari rencana ilahi yang penuh hikmah.
Jangan sampai terpikat oleh mitos yang menyesatkan dan mengaburkan hakikat kehidupan. Saatnya kita perkuat keimanan, kenali kebenaran dari Al-Qur’an, dan ajak orang lain untuk tidak larut dalam narasi yang menjauhkan kita dari Sang Pencipta.